Monday, May 5, 2008

Ibu Teresa


Kerendahan Hati

Berbicara sesedikit mungkin tentang diri sendiri
Uruslah sendiri persoalan-persoalan
Hindarilah rasa ingin tahu
Janganlah mencampuri urusan orang lain
Terimalah pertentangan dengan kegembiraan
Jangan memusatkan perhatian kepada kesalahan orang lain
Terimalah hinaan dan caci maki
Terimalah perasaan tak diperhatikan, dilupakan dan dipandang rendah
Mengalah terhadap kehendak orang lain
Terimalah celaan walaupun anda tidak layak menerimanya
Bersikap sopan dan peka, seklipun seseorang memancing amarah anda
Janganlah mencoba agar dikagumi dan dicintai
Bersikap mengalah dalam perbedaan pendapat, walaupun anda benar
Pilihlah selalu yang tersulit

Dilahirkan di Skopje, Yugoslavia, dengan nama Agnes Boyakhul, 26 Agustus 1910. la masuk Biara 1oretto di Irlandia 1928. Setahun sesudahnya dikirim ke India untuk menjalankan novisiatnya di sana dan memulai karya sebagai guru, mengajar di
SMP St.Mary Calcuta.
Ia mengajar di situ hampir 20 tahun. Pada tahun 1946 dalam perjalanan menuju retret tahunannya, ia berkata: "Aku mendengar panggilan untuk meninggalkan segalanya dan mengikuti DIA ke lorong-lorong kumuh untuk melayani orang-orang miskin dan teriantar.

la mengajukan permohonan kepada pimpinan Biara Loretto dan pada tahun 1984 ia meninggalkan biara Lorreto. Dalam ketaatan kepada Uskup Agung Calcuta, ia memulai hidup di tengah orang-orang miskin. Ia mendirikan sekolah di daerah kumuh dan mulai mengajar anak-anak miskin di situ. la juga belajar obat-obatan sederhana dari para suster BKK (Biarawati Karya Kesehatan) dan mulai mengunjungi rumah-rumah orang sakit dan merawat mereka. Tidak lama banyak gadis alumni Sekolah St. Mary bergabung dengan dengan dia dan melayani orang-orang menderita itu.

Tahun 1952 ia bertemu seorang wanita yang dibuang, sedang dalam keadaan hampir mati di jalan. Badannya penuh dengan tikus-tikus dan semut. Ia mengangkat wanita itu dan membawanya ke Rumah Sakit, tetapi Rumah Sakit tidak melayani. Teresa Ialu membawa ibu itu ke Wahkota dan meminta pertolongan untuk melayani orang-orang miskin, agar mereka boleh mendapat tempat perlindungan yang layak.
Petugas kesehatan membawa dia ke sebuah gedung di dekat kuil Hindu. Gedung itu tidak dipakai, kecuali sebagai penginapan bagi para pengunjung kuil. Petugas kesehatan itu menawarkan rumah itu kepada Ibu Teresa untuk digunakan. Dalam sehari ia menampung banyak orang sakit di situ dan memulai di rumah itu tempat untuk orang sakit payah - yang sekarang terkenal dengan nama: Kalighat.

Bertahun-tahun ia mengembangkan karya pelayanannya ini secara subur. la melayani hampir setiap penderita yang ia jumpai untuk dilayani; memberi perlindungan, memelihara anak-anak yatim-piatu, memberi makan yang lapar dan memberi pakaian kepada yang telanjang, membuka klinik untuk keluarga berencana, pelayanan perawatan jalan, dan perawatan orang-orang lepra.

Ia mendirikan Tarekat Misionaris Cintakasih, yang sekarang sudah lebih dari 3000 anggotanya, yang bekerja di 52 negara di manca negara seperti di Roma, Addis Ababa, Bronx, Jenkins, Kentucky. Para suster menjalankan hidup bakti dengan mengikrarkan kaul ke-empat yakni "Dengan Segenap Hati Dan Seluruh Diri. Memberikan Pelayanan Bebas Kepada Mereka Yang Paling Miskin". Dalam situasi dunia di mana panggilan hidup religius berkurang, suster Misionaris Cintakasih ini malah bertumbuh amat subur. Penjelasan untuk ini sangat sederhana, kata Ibu Teresa: "Ada banyak wanita data pekerjaan seperti ini yang masih tetap mencari suatu kehidupan doa, kemiskinan dan pengorbanan."

Pekerjaan Ibu Teresa diakui di seluruh dunia. Ia terkenal sebagai wanita yang diakui di mata dunia dan pada tahun 1979 ia mendapat hadiah Nobel Perdamaian.
Kemasyhuran nama seperti itu tidak memudarkan cara hidqpnya yanq luqu yanq bersinarkan cinta-kasih Kristus kepada orang-orang miskin. la berjalan dengan kaki telanjang ke mana saja bila perlu dan tidur di tantai rumah-rumah penampungan orang miskin bersama suster-suster dan novis-novisnya. la makan makanan orang sederhana dan minum air putih. Seperti semua susternya, ia pun mempunyai hanya dua buah baju putih sari dan sendiri mencuci pakaian.

Para pengunjung merasa terharu oleh kesederhanaan hidupnya. Mereka menyaksikan ia sedang menyisir rambut seorang anak gadis India. Ia memadamkan listrik kalau ekaristi atau doa di kapel sudah tidak lagi butuh terang lampu untuk membaca. Hal-hal itu lebih menunjuk kepada cara hidup dan semangatnya. "Tak ada uang yang diberikan kepada orang miskin." .a menjelaskan: "Adalah suatu pemborosan kalau kita membiarkan listrik bernyala tanpa diperlukan. Kta hanya boleh menggunakan kalau itu perlu sekali".

Ibu Teresa pergi ke mana-mana untuk berbicara tentang pelayanan kasih. Ia tidak menumpuk uang untuk tarekatnya. Uang-uang yang aiperolehnya semuanya dipakai untuk pelayanan orang-orang kecil itu. la berbicara sederhana dan gamblang, tepat sasaran. Ia menggambarkan dengan jelas warta cinta kasih Yesus bagi orang-orang miskin dan teriantar. Pewartaannya merupakan pancaran nyala cinta seperti yang digambarkannya dalam ungkapan-ungkapan yang terus-menerus diulanginya: "Kami buat karena Yesus, untuk Yesus dan bersama Yesus". "Sesuatu yang indah untuk Tuhan", "memberi sampai diri sendiri menderita karena memberi", "layanilah Yesus dalam orang-orang yang menderita dan terbuang".

Terbukti orang-orang yang tersentuh pelayanan Ibu Teresa akan bertanya: "Apa yang dapat saya lakukan?"; jawabannya selalu sama; yakni, suatu jawaban yang memperjelas visinya. Jawaban diberikan secara pribadi, sesuai tempat di mana kita berada: "Mulai saja, ...satu, satu, satu", ujarnya. "Mulai di rumah dengan mengatakan sesuatu yang baik kepada anakanakmu, kepada suamimu, atau kepada istrimu. Mulai dengan melakukan apa saja yang dapat kau lakukan, sesuatu yang indah untuk Allah". Sebagai suatu kritik sosial, ia mengganti kebiasaan memerintah dengan pelayanan.

Selama tahun-tahun pelayanannya ia tidak nampak jera atau lelah. la selatu tampak gembira, ceria, yang merupakan unsur paling penting dalam hidup para suster Misionaris Cintakasih.

la menghayati kegembiraan kebangkitan. Kegembiraan dan sukacita adatah pusat karya pelayanannya. "Buatiah apa yang kau mau buat dengan gembira dan dengan suatu hati penuh bahagia", ia menasehati suster-susternya. Orang-orang yang sakit payah adalah tubuk hati Yesus yang bersengsara.

"Kapan saja engkau menjumpai Yesus, tersenyumlah kepada-Nya". la mengatakan kepada suster-susternya, 'Uikalau kamu tidak mau tersenyum kepada Yesus, maka lebih baik bungkusla pakaianmu dan pulang saja ke rumah".

Pada suatu kesempatan konferensi pers di USA, ia ditanyakan hal-hal sekitar perubahan dan perkembangan di dalam Gereja, masalah emansipasi wanita, kerohanian dunia Barat, ekonomi dan penggunaan media untuk pewartaan Injil.
la mengatakan: "Saya tidak tahu apa-apa tentanq hal itu." Atau bahkan ia balik bertanya yang ada kaitannya dengan visinya: "Kalau anda melakukan pekerjaan ini untuk kemuliaan diri, Anda hanya lakukan itu untuk satu tahun, dan tidak lebih. Hanya kalau engkau melakukan itu untuk Yesus maka engkau akan terus maju." Ibu Teresa dan suster-susternya menghayati Injil secara harafiah dan amat radikal.

Kepada anggota-anggota pers, paling sedikit waktu ia berbicara pada kesempatan itu, ia sangat berbeda pengalaman dengan semua yang lain. Mereka tidak biasa mendengar seseorang berkata bahwa ia mencintai Yesus dan didorong oleh Yesus, atau didukung oleh Ekaristi dan doa. Ada beberapa orang yang terharu, yang dapat kita saksikan dengan melihat mata mereka. Kebanyakan orang kehilangan warta kasih yang sebenarnya dan memandang dia sebagai wanita naif yang coba mempengaruhi dunia yang tidak dapat lagi berubah situasi sosiainya ini. Mereka memuji dia dan pekerjaannya, sambil kehilangan kesederhanaan dan 'Keluguan motivasinya.

Beberapa orang yang mengenal Ibu Teresa, yang menggunakan waktu berbincang - bincang dengan dia, merasakan bahwa beliau sungguh satu karunia Tuhan bagi jaman kita. Barangkali ia juga salah satu dari tokoh-tokoh historis yang muncul sebagai nabi yang datang untuk memperingatkan kita akan warta gembira Injil, mengingatkan kita akan apa yang Allah Bapa harapkan dari kita.

Agnes Boyaxhui mengeluh tentang kata-kata dan mengatakan: "Terlalu banyak kata-kata". "Biarkan mereka melihat saja apa yang kita buat". Tetapi ia terus berbicara, dengan sabar mengulangi hal-hal pokok dari cita-cita dan visinya. Beberapa ungkapan yang mengikuti - pembicaraannya - semoga dapat menjadi inspirasi dan pemahaman tentang wanita itu dan karyanya.

Sunday, May 4, 2008

Antara merebut nama Allah dan mempertahan akidah


BANYAK pihak mendesak saya memberi pandangan tentang penggunaan nama Allah oleh agama lain khususnya Kristian di Malaysia. Pada awalnya, saya selalu mengelak, cuma memberi pandangan ringkas dengan berkata: “Ini bukan isu nas Islam, ianya lebih bersifat pentadbiran atau tempatan. Peraturan ini mungkin atas alasan-alasan setempat seperti kenapa sekarang baru ditimbulkan isu ini? Kenapa hanya Bible bahasa Melayu sahaja yang hendak menggunakan panggilan Allah, tidak edisi Inggerisnya? Adakah ada agenda tersembunyi? Maka wujudnya tanda soal dan beberapa prasangka yang mungkin ada asasnya. Maka lahirlah kebimbangan terhadap kesan yang bakal timbul dari isu itu

Didesak

Namun, akhir-akhir ini saya terus didesak. Saya kata: “Jika anda hendak tahu pendirian Islam bukanlah dengan falsafah-falsafah tentang akar bahasa itu dan ini yang diutamakan. Rujuk terdahulu apa kata al-Quran dan al-sunah. Lepas itu kita bincang hukum berkenaan bertitik tolak dari kedua sumber tersebut. Kadangkala kesilapan kita dalam mempertahankan perkara yang tidak begitu penting, boleh melupakan kita kepada isu yang lebih penting. Isu terpenting adalah kefahaman mengenai keadilan dan kerahmatan Islam yang mesti sampai kepada setiap Muslim atau bukan Muslim di negara ini. Supaya gambaran negatif yang salah terhadap Islam dapat dikikis. Di samping itu, hendaklah kita jelas bahawa yang membezakan akidah Islam dan selainnya bukanlah pada sebutan, atau rebutan nama Allah, sebaliknya pada ketulusan tauhid dan penafian segala unsur syirik. Di samping, kita mesti bertanya : Mengapakah kita sentiasa merasakan akan menjadi pihak yang tewas jika orang lain memanggil Tuhan Allah? Mengapakah tidak dirasakan itu lebih memudahkan bagi menyampaikan kepada mereka tentang akidah Islam? Maka apakah isu ini bertitik tolak dari nas-nas Islam atau kebimbangan disebabkan kelemahan umat Islam?”

Jika kita membaca al-Quran, kita dapati ia menceritakan golongan musyrikin yang menentang Nabi Muhammad s.a.w. juga menyebut nama Allah dan al-Quran tidak membantah mereka, bahkan itu dijadikan landasan untuk memasukkan akidah Islam yang sebenar. Firman Allah: (maksudnya) Dan demi sesungguhnya! Jika engkau (wahai Muhammad) bertanya kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan mereka?” Sudah tentu mereka akan menjawab: “Allah! (jika demikian) maka bagaimana mereka rela dipesongkan? Dan (Dialah Tuhan Yang mengetahui rayuan Nabi Muhammad) yang berkata: Wahai Tuhanku! Sesungguhnya mereka ini adalah satu kaum yang tidak mahu beriman! (Surah al-Zukhruf ayat 87-88). Firman Allah dalam ayat yang lain: (maksudnya) Dan sesungguhnya jika engkau (wahai Muhammad) bertanya kepada mereka (yang musyrik) itu: “Siapakah yang menurunkan hujan dari langit, lalu dia hidupkan dengannya tumbuh-tumbuhan di bumi sesudah matinya?” Sudah tentu mereka akan menjawab: “Allah.” Ucapkanlah (wahai Muhammad): “Alhamdulillah” (sebagai bersyukur disebabkan pengakuan mereka yang demikian), bahkan kebanyakan mereka tidak menggunakan akal (untuk memahami tauhid) (surah al-Ankabut ayat 63). Ayat-ayat ini, bahkan ada beberapa yang lain lagi menunjukkan al-Quran tidak membantah golongan bukan Muslim menyebut Allah sebagai Pencipta Yang Maha Agung. Bahkan Nabi Muhammad s.a.w. disuruh mengucapkan kesyukuran kerana mereka mengakui Allah. Apa yang dibantah dalam ayat-ayat ini bukanlah sebutan Allah yang mereka lafazkan, sebaliknya ketidak tulusan tauhid yang menyebabkan akidah terhadap Allah itu dipesongkan atau bercampur syirik. Justeru, soal bukan Muslim mengakui Allah tidak dibantah oleh Islam, bahkan kita disuruh bersyukur kerana pengakuan itu. Cuma yang dibantah ialah kesyirikan mereka. Umpamanya, jika kita mendengar bukan muslim menyebut “Allah yang menurunkan hujan, atau menumbuhkan tumbuhan”, maka kita tentu gembira kerana dia mengakui kebesaran Allah. Apakah patut kita kata kepadanya: “Awak jangan kata Allah yang menurunkan hujan, atau mencipta itu dan ini, awak tidak boleh kata demikian kerana awak bukan Muslim, sebaliknya awak kena kata tokong awak yang menurun hujan.” Apakah ini tindakan betul? Tidakkah itu menjauhkan dia dari daerah ketuhanan yang sebenar? Kita sepatutnya berusaha mendekatkan dia kepada ajaran yang benar. Namun, jika dia berkata: “Tokong ini adalah Allah.” Saya kata: “Awak dusta, itu tidak benar! Maha Suci Allah dari dakwaan awak.”

Keamanan

Maka, ketika Allah menceritakan peranan peperangan dalam mempertahankan keamanan dan kesejahteraan manusia, Allah menyebut: (maksudnya)... Dan kalaulah Allah tidak mendorong setengah manusia menentang (pencerobohan) setengah yang lain, nescaya runtuhlah tempat-tempat pertapaan serta gereja-gereja (kaum Nasrani), dan tempat-tempat sembahyang (kaum Yahudi), dan juga masjid-masjid (orang Islam) yang sentiasa disebut nama Allah banyak-banyak dalam semua tempat itu dan sesungguhnya Allah akan menolong sesiapa yang menolong agamanya (agama Islam); Sesungguhnya Allah Maha Kuat, lagi Maha Perkasa. (Surah al-Hajj ayat 40). Ayat ini mengakui tempat-tempat ibadah itu disebut nama Allah. Adapun berhubung dengan orang Kristian, Allah menyebut: (maksudnya) Sesungguhnya telah kafirlah mereka yang berkata: “Bahawasanya Allah ialah salah satu dari yang tiga (triniti).” Padahal tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Tuhan Yang Maha Esa. (Surah al-Maidah ayat 73). Ayat ini tidak membantah mereka menyebut Allah, tetapi yang dibantah adalah dakwaan bahawa Allah adalah satu dari yang tiga.

Justeru itu kita lihat, orang-orang Kristian Arab memang memakai perkataan Allah dalam Bible, juga buku-buku doa mereka. Tiada siapa di kalangan ulama Muslimin sejak dahulu yang membantah. Jika ada bantahan di Malaysia, saya fikir ini mungkin atas alasan-alasan setempat. Cuma yang diharapkan, janganlah bantahan itu akhirnya memandulkan dakwah Islam dan menjadikan orang salah faham terhadap agama suci ini. Saya selalu bertanya sehingga bilakah kita di Malaysia akan begitu defensive, tidak memiliki antibodi dan tidak mahu berusaha menguatkannya dalam diri? Akhirnya, kita terus bimbang dan takut kepada setiap yang melintas. Padahal itu bukan sifat Islam. Islam agama yang ke hadapan, misi dan intinya sentiasa disebarkan. Sehingga Allah menyebut (maksudnya): Dan jika seseorang dari kalangan musyrikin meminta perlindungan kepadamu, maka berilah perlindungan kepadanya sehingga dia sempat mendengar keterangan-keterangan Allah (tentang hakikat Islam itu), kemudian hantarlah dia ke tempat yang selamat. Demikian itu (perintah tersebut) ialah kerana mereka itu kaum yang tidak mengetahui (hakikat Islam). (Surah al-Taubah ayat 6).

Ada orang tertentu yang berkata kepada saya: Nanti orang Islam keliru kerana sebutan nama Allah itu sama antara mereka dan Islam. Lalu rosak akidah orang Islam kita nanti. Saya berkata: “Jika sebutan nama Tuhan itulah yang menentukan akidah Islam, tentulah golongan musyrikin Mekah tidak memerlukan akidah yang dibawa oleh Nabi s.a.w. Mereka sekian lama memanggil Tuhan dengan panggilan Allah. Lihatlah bapa Nabi kita Muhammad bernama ‘Abdullah yang bermaksud hamba Allah. Tentu sekali bapa baginda lahir pada zaman jahiliah sebelum kemunculan baginda sebagai rasul. Nama itu dipilih oleh datuk nabi, Abdul Muttalib yang menjadi pemimpin Quraisy dahulu. Quraisy pada zaman jahiliah juga bertawaf dengan menyebut: Labbaikallahhumma yang bermaksud: Menyahut seruan-Mu ya Allah! Al- Imam Muslim dalam sahihnya meriwayatkan hadis mengenai perjanjian Hudaibiah antara Nabi s.a.w. dengan Quraisy Mekah, seperti berikut: “Sesungguhnya Quraisy membuat perjanjian damai dengan Nabi s.a.w. Antara wakil Quraisy ialah Suhail bin ‘Amr. Sabda Nabi s.a.w: Barangkali aku boleh tulis Bismillahirrahmanirrahim. Kata Suhail: Adapun Bismillah (dengan nama Allah), maka kami tidak tahu apa itu Bismillahirrahmanirrahim. Maka tulislah apa yang kami tahu iaitu BismikalLahumma (dengan nama-Mu Ya Allah!).” Dalam riwayat al-Bukhari, Nabi s.a.w. menerima bantahan tersebut. Ternyata mereka menggunakan nama Allah.

Maka yang membezakan akidah Islam dan selainnya adalah tauhid yang tulus yang menentang segala unsur syirik. Ketidak jelasan dalam persoalan inilah yang menggugat akidah generasi kita. Mereka yang berakidah dengan akidah Islam sangat sensitif kepada sebarang unsur syirik agar tidak menyentuh akidahnya. Bukan semua yang mengakui Allah akan dianggap beriman dengan iman yang sah selagi dia tidak membersihkan diri dari segala unsur syirik. Lihat, betapa ramai yang memakai serban dan jubah, berzikir sakan tetapi pada masa yang sama menyembah kubur-kubur tok wali tertentu. Ini yang dilakukan oleh sesetengah tarekat yang sesat. Apa beza mereka ini dengan yang memanggil nama-nama berhala yang asalnya dari nama orang- orang saleh juga, yang mati pada zaman dahulu. Firman Allah: (maksudnya) Ingatlah! Untuk Allah agama yang suci bersih (dari segala rupa syirik). Dan orang-orang musyrik yang mengambil selain dari Allah untuk menjadi pelindung (sambil berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah sehampir-hampirnya. Sesungguhnya Allah akan menghukum antara mereka tentang apa yang mereka berselisihan padanya. Sesungguhnya Allah tidak memberi hidayah petunjuk kepada orang-orang yang tetap berdusta (mengatakan yang bukan-bukan), lagi sentiasa kufur (dengan melakukan syirik). (Surah al-Zumar ayat 3). Di Malaysia kita pun ada yang memakai gelaran agama menentang pengajaran tauhid rububiah, uluhiah, asma dan sifat. Mereka ini menyimpan agenda musuh-musuh dakwah. Padahal pengajaran tauhid yang sedemikianlah yang mampu menjadikan Muslim memahami dengan mudah hakikat tauhid. Mampu membezakan antara; sekadar mempercayai kewujudan Allah dengan mentauhidkan Allah dalam zat-Nya, ibadah kepada-Nya dan sifat-sifat-Nya.

Mudah

Persoalan tauhid antisyirik ini begitu mudah dan ringkas untuk memahaminya. Nabi s.a.w. telah menyebarkannya dengan begitu pantas dan mudah. Seorang Badwi buta huruf yang datang berjumpa baginda mampu memahami hanya dalam beberapa sesi ringkas. Bahkan mampu pulang dan mengislamkan seluruh kaumnya dengan akidah yang teguh. Namun, di kalangan kita, pengajaran akidah yang dinamakan ilmu kalam begitu berfalsafah dan menyusahkan. Bukan sahaja Badwi, orang universiti pun susah nak faham. Sehingga seseorang bukan bertambah iman, tetapi tambah serabut. Bertahun-tahun masih kesamaran. Diajar Allah ada, lawannya tiada, dengar lawannya pekak, lihat lawannya buta... lalu ditokok tambah dengan falsafah-falsafah dan konsep-konsep yang menyusahkan. Padahal penganut agama lain juga menyatakan Tuhan itu ada, melihat, tidak buta, mendengar, tidak pekak dan seterusnya. Apa bezanya jika sekadar memahami perkara tersebut? Maka anak-anak orang Islam kita gagal memahami hakikat tauhid antisyirik yang sebenar. Padahal ianya begitu mudah semudah memahami kalimah-kalimah akidah dalam surah al-Ikhlas yang ringkas. Kata Dr. Yusuf al-Qaradawi: “Tambahan pula, perbahasan ilmu kalam, sekalipun mendalam dan kepenatan akal untuk memahami dan menguasainya, ia bukannya akidah... Lebih daripada itu perbahasan ilmu kalam telah terpengaruh dengan pemikiran Yunan dan cara Yunan dalam menyelesaikan masalah akidah. Justeru itu imam-imam salaf mengutuk ilmu kalam dan ahlinya serta berkeras terhadap mereka.” (Al-Qaradawi, Thaqafah al-Da‘ iyah, m.s. 92 Beirut: Muassasah al-Risalat). Dahulu kelemahan ini mungkin tidak dirasa, tetapi apabila kita hidup dalam dunia persaingan, kita mula menderitai kesannya.

Jika akidah generasi kita jelas, apakah mereka boleh keliru antara ajaran Islam dan Kristian? Adakah mereka tidak tahu beza antara ajaran yang menyebut Tuhan bapa, Tuhan anak dan ruhul qudus dengan akidah Islam yang antisyirik, hanya disebabkan adanya sebutan Allah? Begitu jauh sekali perbezaan itu! Bagaimana mungkin sehingga mereka tidak dapat membezakan antara malam dan siang? Apakah nanti kita tidak membenarkan pihak lain menyebut nama Nabi Ibrahim, Ishak, Ya‘kub, Daud dan lain-lain kerana budak-budak akan keliru lagi. Akidah apakah yang mereka belajar di KAFA, JQAF dan pelbagai lagi sehingga begitu corot. Kalau begitu, sama ada sukatan itu lemah, atau tenaga pengajarnya perlu dibetulkan.

Maka sebenarnya, ini adalah isu kelemahan umat Islam memahami akidah yang sebenar. Generasi kita tidak mempunyai benteng akidah yang kukuh. Lalu kita bimbang mereka keliru dengan akidah orang lain. Untuk mengatasi masalah ini, kita cuba mengambil pendekatan undang-undang. Agar dengan halangan undang-undang, kelemahan akidah generasi kita dapat dipertahankan. Persoalan yang patut kita fikirkan, sehingga bila kita mampu terus hidup hanya berbekalkan oksigen dari saluran undang-undang sehingga kita yang majoriti, dengan segala peruntukan yang ada; TV, radio, pelbagai institusi dan agensi yang dilindungi, masih takut kepada gerakan minoriti? Di manakah kehebatan Islam yang selalu kita sebut dan ceritakan sejarah kegemilangannya? Atau sebenarnya, kita tidak memiliki Islam seperti hari ia diturunkan? Maka kempen Islam kita selalu tidak berkesan. Bagi saya, bukan soal nama Allah itu yang terlalu perlu untuk direbut atau dijadikan agenda besar. Tetapi, gerakan membina semula akidah yang sejahtera dan memahamkan generasi kita wajah Islam yang sebenar agar mampu bersaing dan menghadapi cabaran zaman.

Dr. Mohd. Asri Zainul Abidin

ialah Mufti Kerajaan Negeri Perlis.

E-mel: moasriza@yahoo.com

Layari http://drmaza.com/